Sebuah Asa

- Asa tersisah -

Aku hilang arah
tak bisa membaca peta
Tersungkur tiba-tiba
Berbuat apa ?
Lenyap tenaga
patah logika
Buta ?
Ku pandangi dunia
padaku tertawa
Kau kira aku apa ?
Aku ini manusia
seorang pria
hilang hanya asa
Tampar aku dunia!

Sajak Payah

- Sehidup Sekarat -

Larut juga lelah
Pada secangkir kopi tua
Pekat hitam hanyut
Payah terurai cepat
Raut menyergap Senyum menyingkap
Parasmu melakat sadarku tengkurap
Terjerambab
lembab, pengap
Tak juga sedap
Larut kopi terlarut
Sadarku kejang kejut
Awang melayang terbang
badan tertekan dalam
Malaikat bimbang
aku cengang
Angin tak bergerak
awan berarak
Aku bergejolak
Gerak, gerak
Ayo gerak!!

Kehidupan Malam


becak reot terlelap sepi
mampus dikota mati
sesekali dera kenalpot lewat,
begitu cepat
muncul wanita tua
dari gang sempit,
mendekat dipintu toko
yang kusangka mati
dengan cepat pintu itu melahapnya
jalan ini tetap hidup
bersama mereka-mereka
pengais uang malam
kuhampiri warung remang
kudapati becak tua lagi
terlelap dengan tatapan sayup
dibuli dingin sepi
sedang beberapa mulut menikmati kopi
dengan kalimat yang sunyi
seolah ingin menghabisi malam
tak kudapati bintang
jalan ini seolah tak berkawan
sepi,
dan begitu sepi
sedang deretan toko mati
bertereng makanan
penikmat malam
kudapati teman lama
bersama wanita berparas cantik
dengan rok mini diatas paha
sedang mencari makanan aku jawab
lantas kuacuhkan mereka dengan segera
setelah bersalaman

Perempuan Cokelat


bercak hitam samar di atas bibir
pada tengah philtral tepatnya
sedikit samar tak terlihat
memang tak begitu terang
pelan kutatap bercak itu
sesekali menatap bola matamu,
pandangku
malam itu seperti yang biasa,
pada papan ketik kuhabisi malam
seperti ini saat pula
kuhabisi subuh tanpa ampun
jariku menjejak huruf-huruf
emosi terlampiaskan,
senyumku
seolah tak beri ampun,jariku
kalender itu menatapku sinis
dengan tatapan dingin
melihat pria lusuh tersenyum gila
"aku sedang melihat perempuanku!!"

perempuanku,
ku antarkan coklat hangat tak bermanis
karena ku tahu kamu lebih manis
bahkan liurku pun merasakan,
sampai di kepala ubun-ubunku
sambil kuceritakan sebuh cerita
yang semakin tua,
sesekali aku mencuri rautmu
bersama senyummu yang
semakin memperosokkanku dalam cinta
senyum manis seperti embun kental
di atas daun-daun pagi

perempuanku,
betapa merindunya aku
melihat paras indahmu
malam itu
bagiku,
cukuplah pandang parasmu
jadi bekal menjalani hidup
jika pondasi selesai kutata
ku jemput kau
dengan membawa nama Tuhanku
mengajakmu mendirikan gubuk
tempat menua kita nanti

dirimu dalam senja samar


wanitaku
malam meremang
hening cahaya bulan
engkau menyapa langit dan bintang
sembari bernyanyi dalam puri jiwamu

kamu
dan hanya kamulah bayangan semu
akrab disetiap hampaku
bahkan setiap malam mimpiku
kulihat wujud hidupmu
saat itu kulihat engkau berdiri
di senja samar
jauh dari siku atau kurang dari itu
langit pucat tatapku
warnanya berubah,seketika

susah untuk menghitung
berapa kali sudah terjatuh
meraih jelmaan hawamu
tak ada keindahan mewakili
sajak-sajak ini saja
yang dapat kusandingkan padamu

lagi-lagi kamu
seperti sinar bintang

*catatan lama

sajak pagi

[kanginan]
sajak pagi

siluet pagi.
bersama dering pesanmu,
telat masuk
replay pun tak terbalas meski terbaca olehmu
menikmatimu pada bingkai profile,
seolah cukup hidup dimataku
lantas,
apakah aku menjadi hidup dalam contactmu ?
menggerimis dipagi hari
setelah itu seolah embun merajai
begitupun hasratku,
merajai logika sikapku
memandangmu pada sudut keindahan
semakin tak ku mengerti

kekasih,
apa kabarmu pagi ini?
masihkah kau ingin menikmati coklat hangat ini denganku ?
atau itu hanya sebuah kalimat saja,
terucap begitu saja
kekasih,
kupilih biru atau merah ?
sedang waktumu bersembunyi
kekasih,
mencintai seperti deburan ombak
biarkanku memilih
tenggelam denganmu
atau menepi dengan Tuhanku
kekasih,
aku masih diambang biru dan merah
mengapa tak kau tampar saja aku
dengan kain-kainmu itu
mengapa tak kau jahit saja senyummu
yang diam meneggelamkanku pada indahmu
kekasih,
jika ada dari tak ada ini
adalah rindumu
pada sisi mana kulabuhkan rinduku ?

Filsafah Siklus Hidup Ular Tangga [Opini]

[ndamar] - Ular tangga adalah permainan papan untuk anak-anak yang dimainkan oleh 2 orang atau lebih. Papan permainan dibagi dalam kotak-kotak kecil dan di beberapa kotak digambar sejumlah "tangga" atau "ular" yang menghubungkannya dengan kotak lain. Permainan ini diciptakan pada tahun 1870 [wiki]. Permainan ini sudah aku kenal sejak aku duduk dibangku sekolah dasar kelas 1. Mungkin juga permainan ini sudah dikenal Ayahku seperti pada usiaku, mungkin juga kakekku demikian. Tak ubahnya seperti permainan adu nyali untuk sampai pada kotak terakhir.
Permainan ini kembali temui saat si kecil mengajakku bermain ular tangga. Seperti permainan abadi sepanjang zaman yang tak pernah mati. Seperti roda kehidupan kalian yang akan dikenal selalu oleh mereka yang melihatmu. Sejenak aku pandangi lembaran kertas ular tangga itu, tampak sederhana. Selembar kertas dengan gambar kotak bernomor 1 sampai 100 bertabur ular dan tangga. Ular mengharuskan kita turun dari nomer besar ke kecil, sebaliknya tangga menaikkan kita dari nomer kecil ke besar.
"Ini adalah kehidupanku dalam kertas permainan", terucap begitu saja oleh bibirku. Umur kehidupanku sudah ditentukan Tuhanku melalui nomer ulang tangga itu. "Umurmu sekian", bibirku kembali berucap. Allah yang Maha Satu telah memberikan ketetapan umur yang tak dibisikkan kepadaku, menetapkan jalan yang tak digambarkan kepadaku. Sungguh manis takdirMu. 
Kita harus berjalan dengan melempar dadu untuk mendapatkan langkah selanjutnya. Keberuntungan atau kesialan yang aku dapatkan ? aku sendiri tak pernah tahu, apa yang kudapatkan aku jalankan, itu saja. Tuhanku memberikan kesempatan untuk aku berjalan menapaki takdir yang sebagian bisa aku rubah sendiri dan sebagian yang lain adalah sebuah ketetapan yang tetap aku terima apa adanya. Entah rezeki atau cobaan, itu semuah adalah pemberian yang penuh hikmah.
Tak perlu jauh untuk melangkah dari kotak ini, aku sudah mendapatkan tangga. Dan dalam sekejap aku naik tahta pada barisan kotak yang lebih tinggi, hahaha. Mudah sekali hidup ini jika selaku ku dapatkan tangga seperti ini. Mungkin benar mereka bilang seperti mendapatkan durian runtuh, tiba-tiba saja mendapatkan rizki melimpah. Modal gopek dapat gocap, siapa yang tak suka coba ?. Siapa yang tak suka mendapatkan kehidupan yang mudah dan lancar ? haha. 
Tapi, berapapun jauhnya aku melangkah, kalau yang aku pijak adalah ular, seketika itu pula aku jatuh dalam barisan kotak yang telah aku lewati. Sama seperti mereka yang perna kaya kemudian miskin, mereka berpijak pada ular tangga yang menjatuhkan mereka kembali miskin. Ular yang mengingatkan ku untuk tak lupa bersyukur dengan beberapa kotak yang telah aku lewati sebelumnya.
Terkadang naik terkadang turun. Dinamika kehidupan yang penuh pesona. Penuh kejutan, membuat berdebar-debar. Tak usah menyalahkan lemparan dadumu yang membuatmu terperosok dalam kubangan ular, tapi salahkan dirimu yang tak bersyukur dan belajar dari ular itu. Aku ini menulis ular atau menulis tangga ? bahkan juga bukan siklus hidup ular. 
Aku hanya sedang menikmati siklus hidup ular tangga kehidupanku yang hidup dalam ular tangga kehidupan. Sungguh nikmat dengan yang Kau tulis di Langit Tuhanku. [kanginan]

Filsafah Enak dan Nikmat


"Enak tidak selalu nikmat, tapi nikmat selalu enak"

[ndamar] - Sebuah kalimat yang terucap sebelum makan di gang sempit itu. Gejolak perut yang menggelora akan hadirnya sebuah hidangan terusik dengan kepentingan seorang teman yang tidak pada tempatnya. Masalah yang sebenarnya cukup sederhana namun hanya karena tidak pada tempatnya dan keegoisan yang membuat hasrat perut membabi buta kandas diujung kalimat. Temanku menitipkan barang dirumahku dan sudah dua minggu sebelum ini sudah ku ingatkan untuk segera diambil. Dengan berbagai alasan dia tidak bisa untuk mengambilnya meskipun itu kurang masuk akal buatku, tak apalah. Dengan seenaknya sendiri menghubungiku saat itu juga untuk mengambil barangny sedang aku masih dalam urusan lain. Lantas keluargaku pun turut disibukkan dengan urusannya, tak beretika buatku. Tapi sudahlah, itu cerita lalu.
Aku tak bermaksud mengingat itu lagi, hanya teringat filsafahku tentang hidangan yang enak dan nikmat yang kembali terusik oleh perut yang bergemuruh. "Enak tidak selalu nikmat, tapi nikmat selalu enak". Bayangkan kau menikmati sebuah hidangan lezat di lingkungan yang menjijikkan, apa hidangan itu terasa nikmat?. Lantas bayangkan kau mendapati seteguk air di tengah hutan sedang kau tersesat selama tiga hari, apa itu enak?. 
Enak adalah sebuah rasa yang berakhir sampai di tenggorokan. Banyak orang rakus hanya karena mengejar rasa enak yang hilang di tenggorokan. Bagaimana rasanya donat? bagaimana rasanya ayam panggang?. Selesai kau menikmatinya pun akan hilang di tenggorokanmu. Tanpa sebuah kenikmatan hanya sebatas rasa dari ujung bibirmu sampai pada tenggorokanmu yang menjadi lorong kerakusan jika tak kau jaga.
Nikmat adalah sebuah rasa berlumur emosi yang bermuara di jiwa. Seteguk air di gurun pasir itu lebih nikmat dari pada seember air di tepi sungai. Nikmat lebih dari sekedar enak dan sebuah rasa semata melainkan kepuasan jiwa akan sebuah kenikmatan itu sendiri. Pelukis pun akan merasa nikmat tatkala tubuhnya berlumur cat lukis daripada berlumur madu ataupun susu. Nikmat adalah sebuah esensi serta hakikat tanpa batas yang bisa kau dapatkan dimanapun dan kapanpun.
Kenikmatan itu milik kalian, maka nikmatilah kenikmatan itu. [kangingan]

Sering dibaca