Sampai pada halaman ketiga dari otak
yang nyaring. Apa yang sebenarnya ingin aku tulis adalah sebuah pesan
tersirat yang lewat. Pesan yang berbanding lurus dengan apa yang aku
lihat, dengar, dan rasakan.
Aku berfikir bahwa iklan-iklan
propaganda tersebut memberikan doktrin yang kuat dengan begitu
lembutnya. Iklan-iklan propaganda tersebut perlahan berhasil
menanamkan nilai (doktrin) untuk kita-kita yang bodoh dan masih
tidur. Bodoh bukan berarti kita tak pintar atau tidak bisa berfikir,
melainkan bodoh sejatinya kita tidak tahu apa yang seharusnya kita
lakukan.
Siapa yang turut menjadikan kita bodoh
selain iklan-iklan propaganda ?. Ialah pendidikan yang juga menjadi
media doktrin terkuat. Mari kita koreksi pendidikan yang telah kita
jalani, sudahkah kita menerima pendidikan nilai luhur budi pekerti
dan cinta tanah air selama pendidikan 9 tahun ? Jika pun pernah hanya
sebatas materi tulis untuk sebuah nilai di lembar putih tanpa ada
sebuah rasa memiliki pendidikan tersebut.
Pernah kita mendapat pendidikan wajib
untuk budaya bangsa? Jujur saja hanya segelintir pendidikan formal
yang menerapkan pendidikan wajib untuk budaya sisanya lebih fokus
untuk pendidikan umum. Kembali ke topik. Dengan kurangnya rasa budi
luhur dan cinta tanah air inilah awal sebuah doktrin iklan-iklan
propaganda mudah kita serap dan kita yakini. Dan kemudian kita masih
tidur dalam modernisasi yang mungkin kalau mau jujur bahwa kita belum
siap dengan itu.
Kita telah di doktrin bahwa, kalau
kulit tidak putih maka tidak cantik dan tampan. Kita telah berfikir
bahwa tipe orang putih adalah sebuah kesempurnaan akan kecantaikan
atau pun ketampanan yang akhirnya kita menjadi rendah diri memiliki
kulit sawo matang. Kemudian banyak dari kita
berbondong-bondong menjadi putih dengan pemutih. Mengapa kita tak
berfikir mengapa (banyak) orang Eropa ingin kulit hitam/sawo matang
dengan budaya suka berjemur di pantai.
Dan kemudian akan menjadi hulu bahwa
kita akan lebih bangga jika menggunakan produk luar negeri. Disinilah
muara cinta tanah air mulai luntur perlahan dan perlahan dengan atau
tanpa kita sadari. Semoga kita selalu bisa menyikapi propaganda ini
dengan bijak. Mari bangun dari tidur Indonesiaku
No comments:
Post a Comment