Sehari tanpa internet - Cinta yang tak kunjung datang


Sehari tanpa internet. Kalimat ini sangat cocok jika dipertanyakan untuk para pengguna internet setiap detiknya. Mulai penggunaan internet hanya sekedar untuk chating, ber-sosmed ria, berkirim email, sampai pengguna internet untuk kalangan pekerja dan pebisnis yang digunakan untuk transfer uang, penggunaan virtual office juga penggunaan sebuah server perusahaan.
Bisa dibayangkan seorang individu yang setiap harinya mengkonsumsi nasi sebagai kebutuhan pokok tanpa ada substitusi lain seketika itu kebutuhan nasi tidak terpenuhi. Bisa dibayangkan jika untuk minum saja manusia membutuhkan bandwitch internet untuk mentransfer data berupa perintah mengangkat gelas berisi air dan mendekatkan ke bibir yang tiba-tiba terputus (internet down). Mata hanya melotot melihat gelas begitu juga bibir hanya melongo menanti bibir gelas untuk sebuah kecupan kesegaran. Seperti cinta yang tak kunjung datang.
Disini saya mencoba menulis Akibat-Sebab jika satu hari tanpa internet untuk pengguna internet tiap detiknya. Lantas apa akibatnya ? Hambar!, bagai sayur tanpa garam. Kalimat klasik yang mungkin paling mudah dicerna. Kenapa hambar ? Karena sebagian kebutuhan telah hilang. Bayangkan saja jika setiap harinya, setiap jamnya, setiap menitnya, dan setiap detiknya kita menggunakan internet untuk sebuah informasi. Tiap pagi dengan rutinitas membaca koran elektronik yang diakses dari portal-portal berita yang tiba-tiba tidak bisa kita lakukan karena internet down (sehari tanpa internet). Separuh aku. Judul band Noah pun saya pikir cocok untuk sebuah pertanyaan sehari tanpa internet.
Kenapa bisa separuh aku ? Internet adalah sebuah “virus” yang sudah menyatu dengan penggunanya. Seperti kesehatan yang menjadi kesatuan dengan kita, jika kita sakit (tidak ada kesehatan) bukankah kita telah menjadi separuh aku ?. Seperti kesehatan, internet telah menyatu dengan penggunanya. Jika saya boleh lebay, seperti dalam ajaran Hindu dan Budha, yakni penganut “ajaran internet” telah moksha (melebur menjadi satu) dengan penggunanya.
Lantas mengapa internet telah menjadi sebuah kebutuhan ? (saya pikir) ini karena sebuah derutinisasi (perulangan/rutinitas). Awalnya internet hanya digunakan bbm-an, whatsup-an, browsing yang lantas merembet ke kebutuhan-kebutuhan lainnya yang berhubungan dengan internet. Dan pola/perilaku ini mengalami derutinisasi (perulangan/rutinitas). Yang awalnya menggunakan internet satu bulan sekali, kemudian satu minggu sekali, kemudia sehari sekali, sampai tiap jam dan tiap detik. Dan sadar kita telah menjadi sebuah individu yang konsumtif dengan internet. Derutinisasi konsumsi internet yang berulang terus-menerus ini yang menyebabkan internet telah menjadi sebuah kebutuhan, bagian hidup, yang lebih sarkas adalah internet telah moksa dalam diri kita.
Sebab ini juga tidak luput dari sebuah modernisasi (yang sudah pernah saya tulis) dalam bentuk teknologi. Sebab menjadi akibat, sebab karena sebab. Sebuah perkembangan teknologi yang tidak bisa dihindari dari pengguna internet. Gadget smartphone. Adalah salah satu hasil sebuah perkembangan teknologi yang sekarang seolah telah menjadi “anak tiri” yang kita miliki.
Menawarkan sebuah kemudahan untuk sebuah kebutuhan. Sebuah ponsel yang tidak hanya bisa untuk telepon tapi juga bisa untuk menulis dokumen, bisa untuk mengedit foto dengan cepat, bisa untuk bermain game, bisa untuk berkirim email, bisa untuk menggambar, bisa untuk browsing. Seperti sebuah komputer mini yang dapat digengam.
Melalui iklan-iklan yang begitu masiv, smartphone menjadi “smart”, utuh, optimal dengan adanya sebuah koneksi berupa internet. Maka menyisihkan sebagian uang untuk membeli internet. Sudah menjadi kebutuhan bukan ? Menyisihkan uang untuk makan si “anak tiri”, menyisihkan uang untuk kelangsungan hidup sebagian dari diri kita.
Internet bisa menjadi “setan” atau “malaikat” yang selalu bersama kita. Dan kita adalah seorang individu yang dituntut untuk tidak hanya cerdas dalam berfikir, tapi juga dalam tindakan (menggunakan internet). Internet akan menjadi sebuah hal yang positif jika kita mengerti dan memahami penggunaan internet. Intenet bisa menjadi perpustakaan berjalan, internet bisa menjadi jendela dunia di masa modernisasi sebagai pengganti buku, internet bisa menjadi media hiburan jika digunakan secukupnya, internet bisa menjadi media penyambung tali silaturrahmi. Dengan demikian internet pun bisa menjadi “malaikat” di sisi kita.
Internet pun juga bisa menjadi “setan” di sisi kita jika kita kurang cermat, kurang cerdas dalam penggunaannya. Internet bisa menjadi bumerang untuk kita. Internet bisa menjadikan kita penjahat atau korban kejahatan. Sudah banyak bukan kasus penipuan, penculikan, pencabulan dan pembunuhan yang berawal dari penggunaan internet ?.
Kita adalah bangsa yang cerdas. Saya mendukung internet sehat untuk indonesia. Tulisan ini diikutkan lomba "Sehari tanpa Internet" guna mendukung pentingnya mengajarkan internet untuk pendidikan bersama Telkomsel

Sering dibaca