Iklan TV, Propaganda di Indonesia [bagian 3 - Habis]

Sampai pada halaman ketiga dari otak yang nyaring. Apa yang sebenarnya ingin aku tulis adalah sebuah pesan tersirat yang lewat. Pesan yang berbanding lurus dengan apa yang aku lihat, dengar, dan rasakan.
Aku berfikir bahwa iklan-iklan propaganda tersebut memberikan doktrin yang kuat dengan begitu lembutnya. Iklan-iklan propaganda tersebut perlahan berhasil menanamkan nilai (doktrin) untuk kita-kita yang bodoh dan masih tidur. Bodoh bukan berarti kita tak pintar atau tidak bisa berfikir, melainkan bodoh sejatinya kita tidak tahu apa yang seharusnya kita lakukan.
Siapa yang turut menjadikan kita bodoh selain iklan-iklan propaganda ?. Ialah pendidikan yang juga menjadi media doktrin terkuat. Mari kita koreksi pendidikan yang telah kita jalani, sudahkah kita menerima pendidikan nilai luhur budi pekerti dan cinta tanah air selama pendidikan 9 tahun ? Jika pun pernah hanya sebatas materi tulis untuk sebuah nilai di lembar putih tanpa ada sebuah rasa memiliki pendidikan tersebut.
Pernah kita mendapat pendidikan wajib untuk budaya bangsa? Jujur saja hanya segelintir pendidikan formal yang menerapkan pendidikan wajib untuk budaya sisanya lebih fokus untuk pendidikan umum. Kembali ke topik. Dengan kurangnya rasa budi luhur dan cinta tanah air inilah awal sebuah doktrin iklan-iklan propaganda mudah kita serap dan kita yakini. Dan kemudian kita masih tidur dalam modernisasi yang mungkin kalau mau jujur bahwa kita belum siap dengan itu.
Kita telah di doktrin bahwa, kalau kulit tidak putih maka tidak cantik dan tampan. Kita telah berfikir bahwa tipe orang putih adalah sebuah kesempurnaan akan kecantaikan atau pun ketampanan yang akhirnya kita menjadi rendah diri memiliki kulit sawo matang. Kemudian banyak dari kita berbondong-bondong menjadi putih dengan pemutih. Mengapa kita tak berfikir mengapa (banyak) orang Eropa ingin kulit hitam/sawo matang dengan budaya suka berjemur di pantai.

Dan kemudian akan menjadi hulu bahwa kita akan lebih bangga jika menggunakan produk luar negeri. Disinilah muara cinta tanah air mulai luntur perlahan dan perlahan dengan atau tanpa kita sadari. Semoga kita selalu bisa menyikapi propaganda ini dengan bijak. Mari bangun dari tidur Indonesiaku

Iklan TV, Propagan tersebesar di Indonesia [bagian 2]

Tulisan ini lanjutan dari post "Iklan Tv, Propaganda terbesar di Indonesia [bagian 1]" yang tetap dengan tema yang sama. Saat ini aku ingin mengupas tentang iklan propaganda yang selanjutnya. Iklan apa itu ? Iklan pemutih ketiak.
Kita pasti sudah tahu produk apa saja untuk memutihkan ketiak kalian tanpa perlu aku sebut merk. Yang aku amati mengapa dari banyak produk dan atau iklan pemutih ketiak itu mayoritas untuk perempuan ?. Untuk para kaum adam hanya sesekali atau bahkan jarang sekali ditanyangkan. Apa ketiak hanya punya perempuan ?. "Ah pria kan lebih macho kalo ketiak banyak bulunya!", kalau kalian mau jujur, bulu ketiak itu sungguh tidaklah nyaman dan terlihat tidak rapi, cenderung sebagai kambing hitam atas bau badan yang kurang sedap.
Silahkan tanya teman pria kalian, apakah nyaman dengan bulu ketiak ?. Aku yakin itu tidaklah nyaman. Tapi ada hal lain yang perlu diperhatikan juga dari iklan pemutih ketiak yang sering ditanyangkan di TV. Mayoritas iklan pemutih ketiak menggunakan model perempuan, dan perempuannya itu selalu berkulit putih bercahaya (efek camera, mungkin.red) seperti yang sudah aku tulis post yang lalu.
Dan coba perhatikan sekali, dua kali dan tiga kali atau lebih. Model iklan pemutih ketiak selalu menggunakan pakaian dibawah pundak dan atau pakaian semi tanktop. Dan ada juga yang menggunakan pakaian menutupi pundak yang robek karena tersangkut sesuatu, dengan pedenya kain bagian pundak dilepas/dirobek hanya untuk memperlihatkan ketiaknya yang putih. 
Mungkin iklan pamer ketiak tidak berpengaruh besar untuk wanita-wanita yang mengerti etika kesopanan, tapi mari kita lihat konsumen TV yang paling banyak. Ya! konsumen TV paling banyak adalah para remaja yang masih labil. Masa remaja inilah yang menjadi korban propaganda iklan. Masa remaja yang labil adalah masa yang paling mudah untuk diberikan suatu pandangan hidup, masa dimana pondasi-pondasi didirikan. Kalau diibaratkan sawah, masa remaja labil adalah sawah subur yang telah dibajak dan siap untuk ditanami.
Efek yang paling parah dari iklan propaganda tersebut adalah di masa depan saat remaja ini menjadi dewasa, mereka akan dengan mudah mengumbar ketiaknya dimana-mana tanpa peduli dengan etika kesopanan yang dimiliki Indonesia. Bisa saja mereka akan berdalih bahwa ini jaman modern tak masalah buka-buka ketiak di depan umum. 
Akhirnya remaja-remaja Indonesia tak dapat membedakan modernisasi dan atau westernisasi. Indonesia sedang diserang tidak secara fisik, melainkan Indonesia diserang secara mindset dan atau pola pikir yang menghilangkan hakikat Indonesia itu sendiri. Jasmerah!

Post Sebelumnya   ------------------------------------------------------------------------------    Post Selanjutnya

Iklan TV, Propaganda terbesar di Indonesia [bagian 1]

Propaganda! Aku, kamu, kalian, kita semua telah masuk dalam sebuah propaganda yang (mungkin) tidak disadari. Silahkan koreksi sendiri! Apa propaganda tersebut ? Ayo kita kupas perlahan.
Pertama, kita koreksi diri seberapa intens menatap TV, kenapa TV ? Ya! Ini adalah media informasi yang paling mudah dan murah untuk dikonsumsi.
Sekarang silahkan perhatikan iklan sabun pemutih dan atau pemutih kulit sejenisnya. Apa yang  kalian perhatikan ? Anggap saja itu sebuah film, perhatikan pemain utamanya!. Apa yang kalian dapat ? Ya! Itu dia, semua pemain utamanya (perempuan) bermula dengan kulit (maaf) coklat atau dapat dikatakan sawo matang yang warna kulit sawo matang adalah warna kulit (mayoritas) warga Indonesia.
Kemudian setelah menggunakan sabun dan atau pemutih kulit sejenisnya maka pemain utamanya terlihat cantik dengan kulit putih (bercahaya). Sebagian iklan yang lain menambahkan pemain pendukung pria yang terpesona, ada yang sampai saling tabrak melihat wanita dengan kulit putih bercahaya. “bukankah ini wajar ?”, silahkan beranggapan seperti itu.
Nyatanya adalah iklan-iklan tersebut dan sejenisnya telah membuat propaganda dan merusak pola pikir kita dengan atau tanpa disadari. Kenapa aku bisa berkata demikian ? Silahkan lihat dilapangan bahwa produk pemutih kulit laris manis, tidak hanya di toko-toko, mall, pedagan kaki lima, sosmed menawarkan pemutih kulit.
Propaganda yang terjadi adalah wanita cantik itu berkulit putih dan setiap pria menyukai wanita yang berkulit putih. Secara tidak langsung ini adalah diskriminasi untuk mereka-mereka (wanita) berkulit cokelat atau sawo matang (tidak putih bercahaya). Banyak wanita berlomba-lomba untuk memutihkan kulitnya agar terlihat cantik dimata pria dan teman wanita lainnya.
Di Indonesia mayoritas penduduk berkulit sawo matang dan hanya sebagian kecil yang berkulit putih. Mengapa iklan sabun dan atau pemutih kulit selalu menggunakan model perempuan dengan kulit putih bercahaya (efek camera, mungkin) ? Kemudian secara implisit menyampaikan pesan bahwa wanita cantik adalah wanita yang berkulit putih, maka gunakanlah produk kami untuk menjadi wanita cantik.
Menyedihkan untuk kalian para wanita yang telah beranggapan seperti itu, belum pernah baca majalah kecantikan di Eropa ? Majalah dan atau katalog kecantikan di Eropa tidak melulu menggunakan model dengan berkulit putih untuk produknya, mereka juga menggunakan model wanita yang berkulit cokelat (lebih hitam/cokelat dari kulit sawo matang orang Indonesia). Silahkan searching produk kecantikan yang sudah ternama dan buka dengan regional selain Inggris dan Indonesia.
Saya pikir cantik bukanlah dari warna kulit semata melainkan dari hati dan perbuatan karena kita adalah orang Indonesia yang mempunyai nilai budi pekerti yang luhur.


Buang sampah sembarangan, salah siapa ?

Beberapa waktu lalu saya mengunjungi sebuah sekolah tingkat dasar (TK). Sebenarnya hanya kebetulan saja karena saudara saya seorang pengajar di sekolah itu. Ini membuat saya serasa kembali pada zaman kecil saat saya sekolah TK.
Disana diajarkan sebuah nilai dasar kebaikan, "kalau membuang sampah harus pada tempat..... nya", ingatku. Juga di sekolah itu, tak jauh berbeda dengan nilai dasar kebaikan yang di ajarkan. Tak hanya sekedar dalam kalimat, murid-murid yang polos itu juga diberikan contoh untuk membuang sampah di tempat sampah yang disediakan.
Dalam keseharian di sekolah jika ada murid yang membuang sampah sembarangan guru selalu mengingatkan untuk membuang sampah pada tempatnya. Ini tak jauh berbeda dengan masa kecilku.
Bagaimana dengan kalian , kita, kalian yang mengalami masa kecil seperti itu dan hidup di masa kini ?. Apakah masih tersisah nilai dasar kebaikan masa kecil saat ini?.
Ini adalah pertanyaan yang cukup risau dipikiranku. Saya sering naik gunung, traveling dalam kota juga luar kota. Sampah seperti sebuah 'hiasan' disetiap perjalan saya, sampah seperti sebuah pemandangan yang biasa disetiap kota.
Saat ini tak hanya kota-kota besar yang menyediakan tempat sampah tapi kota yang sedang berkembang juga tak ingin kalah untuk menjadikan kotanya bersih dan asri. Tapi kenyataan yang ada? silahkan anda amati sendiri.
Tempat sampah sudah disediakan tapi mengapa masih saja ada sampah berserakan bahkan didekat tempat. Apa yang sebenarnya menjadi masalah ?. Saya tak mendapat jawaban pasti dari pertanyaan itu sendiri, namun setelah saya amati disetiap tempat saya mendapat kesimpulan.
Penyebabnya adalah sebuah kebiasaan yang secara tidak langsung diwariskan turun temurun. Kenyataannya hampir disetiap tempat umum ada orang dewasa dan anak-anak. Anak-anak sudah dididik dalam sekolah untuk membuang sampah pada tempatnya, sedang banyak dari (kita) orang yang sudah dewasa, yang sudah mengerti mana yang baik dan mana yang buruk dengan mudahnya membuang sampah tidak pada tempatnya.
Kebiasaan ini secara tidak langsung akan ditiru anak-anak yang melihatnya. Dan yang saya tau, anak-anak lebih mudah belajar dari apa yang dilihat dan didengar. Jika anak-anak sering melihat orang yang lebih tua membuang sampah sembarangan dengan mudah anak-anak pun beranggapan “oh, tidak apa-apa buang sampah disana, disini, sama saja” atau juga bisa “oh, orang dewasa buang sampah sembarang tidak apa-apa, berarti tidak ada masalah” atau juga bisa “yang dewasa saja buang sampah sembarangan”.
Anak-anak adalah pribadi yang masih labil, perlu diberikan sebuah pondasi kebaikan untuk bekal dewasa nanti. Anak-anak cenderung meniru dari yang dilihat.
Kesimpulannya adalah jika anak-anak sering melihat orang dewasa membuang sampah sembarangan, besar kemungkinan hal tersebut akan mudah ditiru dikemudian hari ataupun nanti saat dewasa. Anak-anak ini juga yang akan menjadi contoh (saat dewasa) untuk anak-anak generasi berikutnya.

Apakah kita sudah memberikan contoh yang baik untuk anak-anak di sekitar kita ????

Sering dibaca