Jakarta, Pemerintahan dan Bisnis yang harus dipisah

Jakarta banjir. Sepertinya bencana tersebut sudah menjadi hal yang biasa di masyarakat jakarta, begitu juga dengan masyarakat diluar jakarta, mungkin sudah terbiasa dengan berita tersebut. “jakarta kan memang tiap tahun dilanda banjir”, begitu kalimat yang sering saya dengar baik dari teman di jakarta maupun teman di luar jakarta.
Jakarta adalah pusat pemerintahan sekaligus pusat bisnis. Semua tumpah ruah, mulai dari politikus, pedagang, artis, produsen, konsumen, tumpah seperti banjir yang rajin melanda tiap tahunnya. Dengan padatnya mobilitas yang ada di Jakarta juga berbanding lurus dengan kepadatan lalu lintas dan kepadatan penduduk. Orang awam pun tahu jika semakin banyak penduduk, maka (kemungkinan) semakin banyak pula pemukiman, dan semakin berkurang juga wilayah (tanah) resapan untuk air.
Sudah berapa “komandan” yang memimpin jakarta tapi masih juga belum bisa atasi banjir, “komandan” yang baru satu tahun, Jokowi dibuat “galau” oleh si banjir yang rajin. Sebatas kebodohan saya, saya berfikir (sepertinya) Jakarta sudah tak mampu lagi menangani berbagai macam masalah yang sudah “pengalaman” merusak Jakarta. Mulai dari banjir, macet, PKL, pemukiman kumuh, sampah kota, penegakan hukum, pengangguran.
Andaikan pulau jawa bisa bergerak, mungkin Pulau Jawa akan jomplang disisi Jakarta karena terlalu banyak permasalahan yang ada. Saat ini, apakah bapak Presiden RI masih tinggal di Jakarta?. Ya katakanlah ini masalah umum yang dihadapi hampir disemua wilayah di Indonesia, tapi Jakarta terlalu kompleks untuk sebuah permasalahan kota. Sampai ada wacana untuk memindahkan Ibu Kota Indonesia ke wilayah lain.
Saya kira ini akan sulit, secara politik dan bisnis seperti dua saudara yang sulit terpisahkan dari Jakarta. Pindah saja pusat perdagangan di Jakarta ke kota lain. Biarkan Jakarta menjadi pusat pemerintahan yang utuh. Biarkan Jakarta benar-benar menjadi Ibu dari sebuah Negara tanpa campur tangan bisnis.
Bisnis/perdagangan bisa dipindah di Jawa Timur, (misal) Surabaya. Surabaya dan sekitarnya banyak terdapat pabrik-pabrik produksi. Rungkut industri, pergudangan Margomulyo, ke selatan, Sidoarjo ada wilayah Lingkar Timur yang terdapat banyak pabrik dan pergudangan, sedikit ke barat ada Ngoro Industri. Bukankah Surabaya memang benar-benar kota perdagangan ?.
Bukankah Indonesia banyak mencetak ahli tata kota? Bukankah Indonesia banyak mencetak lulusan dari bidang Pembangunan? Bukankah Indonesia banyak mencetak lulusan Ahli Tanah? Bukankah masih banyak orang yang ahli di Indonesia ? Kenapa seolah masalah Jakarta saja tidak bisa terselesaikan sampai begitu hebo di media-media.
SDM kita masih kalah pintar dengan negara lain ? Bilang saja kalau kita dan atau kalian masih ragu dengan SDM dari Indonesia. Kita bisa membeli mobil penyapu sampah kota dengan harga 2,1 Milyard tapi belum tentu bisa merawat dan menjaganya.
Tulisan ini sebatas ketidak tahuan dan kebodohan saya, jadi mungkin terlalu cepat untuk sebuah kesimpulan. Saya berterima kasih untuk cacian atau hinaan pada tulisan saya. Terima kasih. Untuk Nuswantara.

Sering dibaca