Monolog subuh

[ndamar] - Subuh ini begitu berbeda dari yang biasa. Setelah 4 hari aku mengurung imajinasi yang biasa menguras tenaga, bahkan tak kusadari semua pakaianku semakin longgar saja. Langit begitu cerah, biru gelap yang mempesona dengan sedikit kilau benda langit. Sebagian awan berkerumun menutupi bulan seolah berbicara dengan bahasa yang tidak ku mengerti. Angin pun serasa begitu dingin dari subuh-subuh yang biasa ku jamah. Seolah ingin mengajakku bermain dengan permainan yang tak ku mengerti. Semua begitu hening dalam keributan kondisi yang saling mengisi. Semua seolah diterjemahkan dalam bahasa-bahasa yang tak kunjung ku mengerti.

ya! jiwaku serasa semakin dingin di sudut dinging tempat ku mengumpat pada imajinasi bersama ilahi. Seminggu yang lalu ku dengar kabar bahagia dari seorang hawa dari dimensi yang lama tak lagi kuharapkan, semua seolah menjadi melankoli, seketika!. Sesekali logika menusukku dari belakang dengan sepihak, membuatku tertawa, hahaha. Ini adalah sebuah perjalanan yang sudah diberikan dan aku sendiri yang mewarnainya. Meskipun nilai mewarnai ku tak pernah lulus. Karena aku sendiri yang mengerti arti warna dalam setiap titian yang sudah ditetapkan, tersadar.

Timur pun mulai memerah bersama lantunan ayam-ayam yang hanya bisa makan dan menjerit. Burung-burung pun mengoceh tiada henti seolah tak pernah melihat timur menjadi merah sesaat. Padahal aku yakin tiap hari mereka menatapnya bersama ayam-ayam yang menjerit. Ya sudahlah ! semua orang hidup bersama takdir orang lain dalam lingkaran atmosfer yang semoga masih terjaga sampai ku tak lagi kuasa merasakan hangatnya senja yang selalu serba salah agar aku masih bisa belajar mewarnai udara yang ku nikmati tanpa rupiah.

Malu pun semakin memudar

Malu adalah suatu kondisi dimana jiwa mengalami kegugupan dalam suatu lingkungan sosial. Seseorang akan merasa malu ketika melakukan suatu tindakan yang dirasa kurang sesuai pada suatu lingkungan sosial. Rasa malu ini yang membuat seseorang untuk selalu berhati-hati dalam tindakan yang dirasa tak sesuai dengan kondisi lingkungan sosial.

Beberapa hari ini aku sering mengamati tingkah laku orang yang aku temui. Di setiap meter jalan yang aku lalui tarlalu banyak tingkah laku yang berbicara. Seolah tak punya malu. Sejenak teringat ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar ibu Guru perna mengajarkan aku tentang arti sebuah tingkah laku sosial yang baru aku sadari. "Anak-anak, kalau buang sampah harus pada ... ?" tanya bu Guru saat itu. "Tempatnya !" Sontak aku pun menjawab.

aku tak hanya menjawab dengan mulut saja, tapi tanganku pun berbuat seperti yang sudah diajarkan bu Guru. Semakin lama kalimat itu hilang dalam ingatanku seiring bertambah banyak catatan dalam raporku. Sampai aku tak ingat lagi tempat membuang sampah. Bahkan kalimat bertingkah laku sopan di tengah masyarakat pun seolah hanya sebuah bagian mata pelajaran yang sudah usang.

Sepertinya aku sudah kehilangan rasa malu yang seharusnya aku ingat-ingat sejak Sekolah Dasar. Sejenak aku memperhatikan kembali tingkah laku yang aku temui di setiap gang yang aku lewati. Seolah mereka begitu mudah bertingkah laku disetiap sudut jalan tanpa merasa bahwa di sekitar mereka ada unsur sosial yang juga hidup dan memperhatikan.

Rasa malu seolah tak pernah diajarkan di setiap bangku pendidikan meskipun di setiap kurikulum tertulis pendidikan moral,kesopanan dan etika. Ayolah sedikit berkaca dengan apa yang telah kita lakukan selama ini. Harusnya rasa malu itu benar-benar diresapi dan dijaga oleh setiap insan yang bermoral. Ketika rasa malu hilang maka dengan mudah seseorang bertingkah semaunya tanpa merasa ada suatu norma yang mengikat dalam lingkungan sosial.

Coba dipikir sejenak. Seandainya para koruptor-koruptor negara yang sudah menyengsarakan rakyak indonesia secara pelan-pelan ini punya rasa malu, yakinlah kalau suatu tindakan korupsi akan dipikir seratus kali. Mereka seharusnya malu berbuat seperti itu, korupsi jelas suatu tindakan yang rakus dan egois yang perlahan-lahan menyengsarakan orang lain. Malu donk!

Seperti halnya membuang sampah pada tempatnya. Apa susahnya untuk membuang sampah pada tempatnya ? tapi nyatanya masih banyak orang yang membuang sampah seenaknya. Itu hal kecil tapi tanpa sadar telah dilupakan hampir setiap orang. Kalau rasa malu untuk membuang sampah sembarangan, yakinlah sudah tidak perlu lagi papan peringatan "Jagalah Kebersihan". Setiap orang sadar membuang sampah sembarangan adalah suatu tindakan tidak punya malu.

Hanya itu ?, sepertinya tidak. Sepuluh tahun yang lalu seorang laki-laki dan perempuan akan malu jika berduan sampai larut malam. Sekarang ?, seolah suatu hal yang sudah biasa. Rasa malu sudah luntur hampir disetiap orang. Tengok saja di beberapa taman, tempat nongkrong, atau beberapa tempat yang sepi, banyak pasangan muda-muda mudi yang begitu enaknya bermesraan di depan umum padahal jelas mereka bukan pasangan suami istri. Mereka punya rasa malu ? silahkan dipikir sejenak.

Merokok pun seolah menjadi sebuah lifestyle (gaya hidup) yang menjadi kebutuhan hampir disetiap orang. Merokok memang sebuah HAK bagi setiap orang, mereka sadar kandungan rokok yang tidak baik tapi mereka lupa bahwa orang yang tidak merokok juga punya HAK untuk mendapatkan udara yang sehat bagi mereka. dimana rasa malunya ?. Banyak orang yang merokok ditempat umum tanpa melihat bahwa disekelilingnya adalah mereka bukan perokok, yakinlah mereka akan terganggun dengan asap rokok. Mereka (perokok) seolah tak menghargai orang-orang yang tidak merokok disekitar mereka, mereka berHAK mendapatkan udara yang sehat dan bebes asap rokok. Cobalah membudayakan rasa malu untuk merokok ditempat umum.

Entah sejak kapan lifestyle merokok seolah menjadi budaya yang sudah melekat hampir di setiap rakyat indonesia. Anak dibawah 17 tahun saja sekarang ini banyak yang merokok. Kebanyakan mereka masih sekolah yang tentunya semua kebutuhan hidup masih ditanggung sang orang tua. Harusnya mereka malu menjadi perokok dengan usia masih dini. Uang jajan saja masih minta kok sudah merokok. Dimana rasa malu yang seharunya ada ?.

Cobalah berfikir sejenak. Seandainya setiap warga indonesia mempunyai budaya MALU yang selalu dijaga, yakinlah kehidupan yang harmonis akan dengan mudah terjaga. Orang akan malu jadi koruptor karena sudah melanggar norma serta budaya yakni MALU. Setiap orang akan lebih mudah untuk bisa menghargai sesama. Meski warga Indonesia ini terdiri dari berbagai etnis dan agama tapi dengan rasa MALU yang berbudaya maka kerukunan akan mudah untuk didapat. Mari BUDAYAKAN RASA MALU.

Sering dibaca